Awal abad 21 ini merupakan era informasi & teknologi, di mana segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas manusia pasti berkaitan & menggunakan teknologi informasi (IT). Dalam dunia kesehatan, informasi adalah hal yang penting karena semua hal mengenai pasien adalah informasi, yang harus dikelola dengan baik & aman, sehingga dibutuhkan suatu sistem agar seluruh informasi itu dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan pasien.
Namun, belum banyak praktisi & pengambil kebijakan dalam bidang kesehatan yang sadar akan pentingnya penggunaan IT dengan tepat, sehingga pelayanan terhadap masyarakat tidak dapat dilaksanakan dengan lebih baik, yang pada akhirnya meningkatkan biaya/pengeluaran & mengurangi pendapatan dari sarana pelayanan kesehatan akibat tidak efisiennya pelayanan yang diberikan pada masyarakat.
Salah satu akibat dari informasi bidang kesehatan yang tidak dikelola dengan baik adalah terancamnya keselamatan pasien (patient safety). Menurut majalah Time, penulisan resep yang sulit dibaca telah membunuh sekitar 7000 pasien & mencederai sedikitnya 1,5 juta pasien setiap tahunnya di USA. Hal ini dapat mengakibatkan banyak dampak negatif, seperti turunnya kredibilitas/citra, berkurangnya pendapatan, & tuntutan hukum terhadap praktisi atau sarana pelayanan kesehatan.
Hal ini dapat dihindari jika pihak pengelola & praktisi di sarana pelayanan kesehatan menggunakan sistem IT, misalnya penggunaan resep elektronik, sehingga dapat terhindar dari kesalahan pembacaan oleh pihak lain yang mengolah informasi resep tersebut menjadi obat yang diberikan pada para pasien.
Bahkan, lebih dari sekadar menghindari kesalahan pembacaan resep, tetapi sistem resep elektronik yang merupakan bagian dari sistem catatan kesehatan pasien elektronik (electronic health record/EHR) dapat membantu praktisi kesehatan untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang biasanya terjadi dalam peresepan obat, misalnya dosis yang salah, interaksi obat yang tidak diharapkan, cara pemakaian yang salah, peresepan obat yang membahayakan janin pada ibu hamil, atau reaksi alergi.
Bagaimana dengan di Indonesia? Sebagai contoh, saat ini banyak rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia sedang kesulitan dana akibat tagihan Askeskin yang belum dibayarkan pemerintah. Dikabarkan bahwa pencairan dana masih menunggu verifikasi yang masih dilakukan secara manual. Jika hal ini terus dibiarkan, maka banyak RS yang mungkin tutup atau terpaksa berhenti melayani pasien dari masyarakat miskin.
Jika pihak pemerintah & asuransi kesehatan (dalam kasus Askeskin adalah PT.Askes) menggunakan pendekatan IT, verifikasi dapat dilakukan oleh sistem IT sehingga verifikasi secara umum dapat dilakukan dengan cepat & pembayaran tagihan dari RS bisa dilakukan dengan segera tanpa perlu mengganggu arus dana RS yang berakibat pada terganggunya pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Verifikasi yang dilakukan oleh sistem IT pun mengurangi kecurangan & perselisihan dengan menggembungnya tagihan Askeskin yang sekarang banyak dituduhkan pada praktisi kesehatan, karena verifikasi oleh sistem IT dengan jelas dapat mencatat semua tagihan & memilah mana pelayanan kesehatan yang ditanggung & tidak ditanggung oleh program Askeskin lengkap dengan plafon harga. Sehingga tindakan medik (termasuk operasi), penggunaan alat, pemakaian obat, rawat inap, honor dokter & perawat, biaya administrasi, sampai penagihannya dapat diketahui secara transparan. Dengan bantuan IT, dapat dilakukan analisis bagian mana dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien yang banyak menghabiskan dana, harus dikoreksi, atau dicurigai ada kecurangan.
Hal serupa juga dapat diterapkan dalam asuransi kesehatan secara umum di Indonesia, yang selama ini masih mengandalkan verifikasi manual oleh para analis klaim untuk setiap klaim yang diajukan nasabah. Sehingga tidak heran dapat terlihat dari banyaknya surat pembaca di berbagai media akibat asuransi kesehatan yang berselisih dengan nasabah atau sarana pelayanan kesehatan karena adanya perbedaan pandangan dalam jenis-jenis pelayanan kesehatan & besar pembiayaan yang ditanggung oleh asuransi kesehatan.
Tetapi, masih banyak hambatan untuk penggunaan IT dalam dunia kesehatan di Indonesia. Misalnya dengan belum begitu siapnya SDM di bidang pelayanan kesehatan untuk menggunakan IT ditambah banyaknya pembajakan dalam dunia IT di Indonesia, yang membuat para pengembang perangkat lunak malas dalam mengembangkan produknya. Namun, hal ini sebenarnya sudah mulai dapat diatasi dengan semakin banyaknya rakyat Indonesia yang ‘melek’ teknologi dengan diajarkannya IT di semua tingkatan pendidikan ditambah menjamurnya sekolah tinggi khusus di bidang IT. Yang sekarang perlu didorong adalah peran para penegak hukum dalam menekan angka pembajakan dalam dunia IT sehingga mendukung tumbuhnya para pengembang di dunia IT.
Pemerintah sendiri terlihat belum begitu serius dalam mendukung perkembangan perkembangan IT dalam dunia kesehatan. Salah satu contoh adalah belum adanya peraturan perundangan yang mengatur penggunaan EHR, sehingga masih banyak praktisi & pengelola sarana pelayanan kesehatan yang ragu untuk menggunakan EHR yang sebenarnya telah banyak dibuat oleh pengembang perangkat lunak lokal & dipasarkan di Indonesia, juga secara global telah banyak digunakan & menjadi trend dalam dunia pelayanan kesehatan.
Sudah saatnya IT yang tepat guna dipakai dalam dunia kesehatan di Indonesia untuk mendukung ‘good healthcare practice’. Hal ini mungkin dapat dimulai dari penggunaan IT dalam program Askeskin yang menyangkut dana sangat besar, sistem yang cukup rumit, & jumlah pengguna yang besar.
Perlu keseriusan dari pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan & peraturan perundangan yang mendukung perkembangan IT dalam dunia kesehatan. Sedangkan para praktisi & pengelola sarana pelayanan kesehatan diharapkan dapat menggunakan kemajuan IT untuk meningkatkan kualitas pelayanannya pada masyarakat, sehingga tujuan kita bersama untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu & melindungi masyarakat dapat tercapai.

Senin, 08 November 2010
Penggunaan TI Dalam Dunia Kesehatan di Indonesia


0 komentar:
Posting Komentar